Rabu, 20 April 2011

Ahmad Tohari

KEMARAU di kawasan Banyumas, Jawa Tengah, pada masa kini mungkin tidak lagi sedahsyat akibatnya dibanding masa lalu, ketika hutan-hutan jati di daerah Jatilawang mengering, tanah pecah-pecah, penduduk merana kelaparan. Dulu, seperti ditunjukkan Ahmad Tohari (57), penulis yang pernah menghasilkan novel Ronggeng Dukuh Paruk , hutan menyala menjadi korban kebakaran akibat pertikaian politik yang menyusup sampai ke desa-desa pada masa sebelum 1965.

Ahmad Tohari dilahirkan di desa Tinggarjaya, Kecamatan Jatilawang, Banyumas tanggal 13 Juni 1948. Pendidikan formalnya hanya sampai SMAN II Purwokerto. Namun demikian beberapa fakultas seperti ekonomi, sospol, dan kedokteran pernah dijelajahinya. Semuanya tak ada yang ditekuninya. Ahmad Tohari tidak pernah melepaskan diri dari pengalaman hidup kedesaannya yang mewarnai seluruh karya sastranya.

Lewat trilogi Ronggeng Dukuh Paruk (dua yang lainnyaLintang Kemukus Dinihari danJentera Bianglala ), ia telah mengangkat kehidupan berikut cara pandang orang-orang dari lingkungan dekatnya ke pelataran sastraIndonesia . Sesuai tahun-tahun penerbitannya, karya Ahmad Tohari adalahKubah (novel, 1980),Ronggeng Dukuh Paruk (novel, 1982)Lintang Kemukus Dinihari (novel, 1984),Jentera Bianglala (novel, 1985),Di Kaki Bukit Cibalak (novel, 1989), Senyum Karyamin (kumpulan cerpen, 1990),Lingkar Tanah Lingkar Air (novel, 1993),Bekisar Merah (novel, 1993),Mas Mantri Gugat (kumpulan kolom, 1994).


Lintang Kemukus Dini Hari
Klik disini untuk download


Ronggeng Dukuh Paruk
Klik disini untuk download

Tidak ada komentar:

Posting Komentar